Berdasarkan kondisi masyarakat
Indonesia yang multikultural, maka untuk membentuk negara Indonesia yang kokoh perlu mengembangkan jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang
multikultural. Jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultur ini adalah Pendidikan Multikultural.
Sebagaimana disebutkan di atas, Pendidikan Multikultural paling tidak menyangkut tiga hal yaitu (1) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya, (2) gerakan pembaharuan pendidikan dan (3) proses. Berikut ini akan diuraikan dasar yang membentuk perlunya Pendidikan Multikultur.
(1) kesadaran nilai penting keragaman budaya,
Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan Multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar kita bisa hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk membeda-bedakan.
Matakuliah Pendidikan Multikultural ini memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dari kebudayaan universal. Di dalamnya akan dibahas kebudayaan yang teraktualisasi secara internasional, regional, dan lokal sepanjang sejarah kemanusiaan. Kegiatan pendidikan sebagai interaksi sosio-kultural paedagogis di Indonesia bukan hanya dilakukan oleh suku bangsa Indonesia, tapi berbagai bangsa. Di dalam Pendidikan Multikultural ini akan diungkap pula aktivitas paedagogis masa lalu, masa kini dan masa depan di berbagai belahan dunia dengan fokus kebudayaan Indonesia.
(2) Gerakan pembaharuan pendidikan
Ide penting yang lain dalam Pendidikan Multikultural adalah bahwa sebagian siswa karena
karakteristik tersebut di atas, ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu sedangkan siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu.
Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok siswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, walaupun itu dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan yang lain. Kita perhatikan di lingkungan sekitar kita. Ada kesenjangan ketika muncul fenomena sekolah favorit yang didominasi oleh golongan orang kaya karena ada kebijakan lembaga yang mengharuskan untuk membayar uang pangkal yang mahal untuk bisa masuk dalam kelompok sekolah favorit itu. Ada kebijakan yang dipandang tidak adil bagi golongan Tionghoa karena ada diskriminasi terhadap kelompok mereka sehingga mereka hanya berkecimpung di bidang yang sangat terbatas, misalnya dagang, pengacara, dokter dan mengalami kesulitan berkarier di bidang ketentaraan dan pemerintahan. Mereka dan sebagian warga negara asing lainnya sulit mendapatkan status kewarganegaraan bagi anak-anak mereka sebelum tahun 2006. Ada keluhan di kalangan atlit bulutangkis untuk dimasuki golongan pribumi karena sudah didominasi oleh warga keturunan Cina. Warga dari Suku Anak Dalam di Lampung kurang mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang memadai karena karakteristik budaya mereka yang unik dan tinggal di daerah pedalaman.
Pendidikan Multikultural bisa muncul berbentuk bidang studi, program, dan praktek yang direncanakan lembaga pendidikan untuk merespon tuntutan, kebutuhan dan aspirasi berbagai kelompok. Sebagaimana ditunjukkan Grant dan Sleeter, Pendidikan Multikultur bukan sekedar merupakan praktek aktual satu bidang studi atau program pendidikan semata, namun mencakup seluruh aspek pendidikan. Pada unit selanjutnya, akan dibahas mengenai hal ini.
(3) proses pendidikan.
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah terrealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus (an ongonging process), dan bukan sebagai sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara utuh bukan sekedar meningkatkan skor.
Persamaan pendidikan, seperti juga kebebasan dan keadilan, merupakan ide umat manusia yang harus dicapai dengan perjuangan keras namun tidak pernah dapat mencapainya secara penuh. Ras, gender, dan diskriminasi terhadap orang yang berkebutuhan akan tetap ada sekalipun kita telah berusaha sekeras mungkin menghilangkan masalah ini. Jika prasangka dan diskriminasi dikurangi pada suatu kelompok, biasanya keduanya terarah pada kelompok lain atau mengambil bentuk yang lain. Karena tujuan Pendidikan Multikultur tidak akan pernah tercapai secara penuh, kita seharusnya bekerja secara kontinyu meningkatkan persamaan pendidikan untuk semua siswa (educational equality for all students).
Sejalan dengan pemikiran dari Banks di atas, Gorski menyimpulkan bahwa sejak konsep paling awal muncul pada tahun 1960-an, pendidikan multikultural telah berubah, difokuskan kembali, dan dikonseptualisasikan kembali. Pendidikan multikultural berada di dalam kondisi perubahan baik teoritis maupun praktek sehingga jarang ada dua pengajar atau ahli pendidikan yang memiliki definisi yang sama tentang pendidikan multikultural. Seperti halnya dalam suatu dialog pendidikan, individu cenderung mengubah konsep untuk disesuaikan dengan fokus tertentu. Beberapa di antaranya membahas pendidikan multikultural sebagai suatu perubahan kurikulum, mungkin dengan menambah materi dan perspektif baru. Yang lain berbicara tentang isu iklim kelas dan gaya mengajar yang dipergunakan kelompok tertentu. Yang lain berfokus pada isu sistem dan kelembagaan seperti jurusan, tes baku, atau ketidak cocokan pendanaan antara golongan tertentu yang mendapat jatah lebih sementara yang lain kurang mendapat perhatian. Yang lain lagi melihat perubahan pendidikan sebagai bagian dari perubahan masyarakat yang lebih besar di mana kita mengeksplorasi dan mengkritik dasar-dasar kemasyarakatan yang menindas dan bagaimana pendidikan berfungsi untuk memelihara status quo – seperti di Amerika Serikat yang terlalu berpihak pada supremasi kulit putih, kapitalisme, situasi sosio-ekonomi global dan eksploitasi. Sekalipun banyak perbedaan konsep pendidikan multikultural, ada sejumlah ide yang dimiliki bersama dari semua pemikiran dan merupakan dasar bagi pemahaman Pendidikan Multikultural:
-kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mewujudkan potensi sepenuhnya,
-penyiapan pelajar untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat antar budaya,
-penyiapan pengajar agar memudahkan belajar bagi setiap siswa secara efektif, tanpa memperhatikan perbedaan atau persamaan budaya dengan dirinya,
-partisipasi aktif sekolah dalam menghilangkan penindasan dalam segala bentuknya. Pertama-tama dengan menghilangkan penindasan di sekolahnya sendiri, kemudian menghasilkan lulusan yang sadar dan aktif secara sosial dan kritis
-pendidikan harus berpusat pada siswa dengan mendengarkan aspirasi dan pengalaman siswa,
-pendidik, aktivis, dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam mengkaji kembali semua praktek pendidikan, termasuk teori belajar, pendekatan mengajar, evaluasi, psikhologi sekolah dan bimbingan, materi pendidikan dan buku teks, dan lain-lain.
Menurut Paul Gorski pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif untuk mengubah pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan memusatkan perhatian pada kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif di dalam pendidikan akhir-akhir ini. Keadilan sosial, persamaan pendidikan, dan dedikasi menjadi landasan Pendidikan Multikultural dalam memfasilitasi pengalaman pendidikan agar semua siswa dapat mewujudkan semua potensinya secara penuh dan menjadikannya sebagai manusia yang sadar dan aktif secara lokal, nasional, dan global.