Setelah kita sebelumnya sudah membahas tentang benteng van-der-capellen untuk posting kali ini saya akan membahas tentang Wisata Benteng Fort de Kock yang terletak di pulau Sumatera juga. Langsung saja mari kita bahas.
Fort de Kock adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Benteng ini
didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825
pada masa Baron Hendrik Merkus de
Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal
Hindia Belanda, sehingga benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock.
Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda
sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak
meletusnya Perang Paderi
pada tahun 1821-1837. Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno
periode abad ke 19. Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh
sebuah kota yang juga bernama Fort de Kock, sekarang disebut Bukittinggi.
Sejarah
Pendirian Benteng Fort de Kock
Benteng Fort de Kock digunakan oleh
Tentara Belanda sebagai pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama
sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837 . Semasa
pemerintahan Belanda, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat pemerintahan,
kota ini disebut sebagai Gemetelyk
Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah Kolonial Belanda
telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang
hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort
de Kock. Kota
ini tidak hanya
dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah
kolonial Belanda, tapi juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang
berada di wilayah jajahannya.
Fort de Kock juga dibangun sebagai
lambang bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki
daerah di Sumatera Barat.
Benteng tersebut merupakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda
terhadap wilayah Bukittinggi, Agam,
dan Pasaman. Belanda
memanfaatkan konflik intern untuk
bisa menduduki Sumatera Barat, yaitu konflik yang terjadi
antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu
kelompok adat, guna menekan kelompok agama selama Perang Paderi yang berlangsung 1821
hingga tahun 1837. Belanda yang membantu kaum adat menghasilkan sebuah
kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang
dibangun Kaptain Jn Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de
Kock.
Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah
Kolonial Belanda melanjutkan rencananya mengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit
Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit Malambung.
Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah dinas pemerintah,
kompleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga tempat rekreasi.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti
Terjual negeri pada Belanda. Di masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen
wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.
Sejak direnovasi pada tahun 2002
oleh pemerintah daerah, Fort de Kock, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah
menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi
City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park). Hingga
saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat putih-hijau
setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar
benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak
pepohonan rindang dan mainan anak-anak.
Benteng ini berada di lokasi yang
sama dengan Kebun
Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan
benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berbentuk rumah gadang tersebut berada di bukit
sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya
adalah jalan raya dalam kota Bukittinggi.
Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan
Tuanku nan Renceh. Benteng ini adalah satu dari 2 benteng belanda yang ada di sumatera
barat , yang satu lagi terletak di Batusangkar dengan nama benteng Fort Van der
Capellen karena 2 kota inilah dahulu yang paling susah ditaklukan
belanda saat Perang Paderi.